Searching

Tuesday, 30 April 2013

Filosofi Tembang Pangkur (bait kedua)

Telaah tembang Pangkur Bait kedua dari Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV pupuh 2 Pangkur.

“ Jinejer ing Wedhatama,
mrih tan kemba kembenganing pambudi,mangka nadyan tuwa pikun, 
yen tan mikani rasa, 
yekti sepi sepa lir sepah asamun,
samangsane pakumpulan, 
gonyak-ganyuk nglelingsemi.“

Artinya:

“disusun di ajaran utama,
tidak boleh malas bermandikan budi kebaikan,
maka walaupun tua dan pikun, 
kalau tidak mengolah rasa, 
sungguh sepi dan hampa seperti sampah tersembunyi, 
ketika diperkumpulan, 
serba canggung dan memalukan“

Wedhatama bisa berarti ajaran yg utama yaitu ajaran budi pekerti atau akhlak mulia, akhlak mulia itu adalah inti dari ajaran Islam selain ajaran tauhid yaitu berserah diri kepadaNya. Apabila kita melakoni ajaran wedhatama maka jangan kita menghindar dari perbuatan baik dengan alasan apapun, kalau kita berniat bersedekah maka lakukanlah secepatnya sebelum niat itu luntur, apabila telah datang waktu sholat maka bersegeralah tunaikan sholat tanpa ditunda tunda, apabila kita menunda nunda kebaikan maka Allah juga akan menunda rejeki yg datang kepada kita demikian pula dengan sebaliknya.

Apabila kita sudah tua dan pikun tapi belum mengolah rahsa (hati terdalam/sirri) maka akan meyesal nantinya, tua dan pikun ini bisa berarti sudah mumpuni dibidangnya, sebagai contoh seorang profesor astronomi ketika mengetahui rahasia terdalam dari astronomi tanpa dilandasi ilmu mengolah hati terdalam maka kebingunganlah yg didapat karena hanya akal yg dipakai tanpa menggunakan hati, akal ketika berhadapan dengan yg tak terhingga akan mentok dan pusing, proofesor astronomi tersebut akan gamang dan bingung ketika menjelaskan teorinya dihadapan rekan2 sejawatnya karena teori tersebut hanya sebatas akal tanpa dilandasi nurani, maka gugurlah teori tersebut dan digantikan teori lain yg lebih sempurna. Intinya adalah segala ilmu pengetahuan kita hendaknya bersandar pada kebesaran dan kekuasaan Illahi supaya tidak bingung serta hampa tidak berguna dan pada akhirnya akan malu sendiri.

Filosofi tembang Pangkur

Makna bait pertama tembang Pangkur yang diambil dari Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV pupuh 1 Pangkur.

“Mingkar-mingkuring angkara, 
akarana karenan mardi siwi, 
sinawung resmining kidung, 
sinuba sinukarta, 
mrih kretarta pakartining ilmu luhung,
kang tumrap ing tanah Jawa, 
agama ageming aji.“

Yang artinya:
menghindari sifat jahat,
sebab senang membimbing anak, 
dirangkum ke dalam sebuah kidung, 
dihormati dan dimuliakan, 
supaya tercapai maksud dari ilmu luhur, 
bagi tanah jawa, 
agama adalah busana berharga.

Maksudnya adalah:

Sifat jahat adalah sifat yang menganiaya diri sendiri dan berakibat pada orang lain, hendaknya ajaran untuk menghindari sifat jahat didalam diri kita ini diajarkan kepada anak2 kita kelak (karena saya belum beranak bagi yang sudah beranak lebih baik ajarkan segera). Ajarkan dengan sepenuh hati dan ikhlas (mardi siwi) dan dalam pengajaran kepada anak kita termasuk didalamnya adalah siswa atau murid itu dengan cara seindah mungkin dan sesistematis mungkin, tiada cara lain kecuali kita sebagai orang tua harus memberi contoh kepada anak/siswa, ibarat kata guru kencing berdiri, murid kencing berlari.

Dari segala pengajaran2 kita terhadap anak/siswa maka hendaknya berujung pada tujuan yaitu ilmu berbudi luhur atau akhlak mulia, didalam agama Islam sunnah yg paling utama adalah akhlak mulia, orang bisa saja menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya sepersis mungkin dengan apa yg diajarkan nabi Muhammad, tapi itu semua tanpa diiringi dengan akhlak mulia maka hampir tidak ada artinya segala amal ibadah kita, lalu apa yg dimaksud akhlak mulia itu? Akhlak adalah ruh dari perilaku atau perbuatan, segala perbuatan kita mencerminkan akhlak kita dan akhlak kita akan dipantulkan oleh perilaku kita walaupun tidak semua perbuatan yang kelihatannya jahat maka itu jahat.

Lalu bagaimana membentuk akhlak mulia itu, dimulai dari diri sendiri yaitu bersihkanlah hati dari kotoran2nya, jauhkanlah dari sifat sombong dan merasa benar sendiri, ini penting bagi para pendakwah atau da'i, lalu bertawaduklah kepada segala ciptaanNya, sesungguhnya didalam segala ciptaanNya terkandung perumpamaan2, manfaat dan hikmah yg besar apabila kita mengetahuinya, lalu ikhlaskan segala amal perbuatan kita karena Allah, ikhlas itu berarti ego pribadi dan kepemilikan kita sudah nol, apabila segala harta benda serta amal kita sudah kita nol kan dalam arti kepemilikannya sudah bukan milik kita lagi maka ibarat kita memiliki dunia dan seisinya (demuwe) dan menjadi tak terhingga seperti dibagi nol, bilangan berapapun kalau dibagi nol maka hasilnya menjadi tak terhingga.
Setelah itu lalu sabar, sabar dalam beramal sholeh serta sabar dalam menuai hasilnya, ibarat kita menanam mangga dan menggunakan ilmu2 pertanian untuk menanam serta memupuknya maka kita harus bersabar dan yakinlah bahwa biji mangga yg kita tanam akan tumbuh pohon mangga, tidak cukup kita wirid/dzikir "mangga, mangga, mangga, dst" tapi biji mangganya tidak kita tanam, kita siram dan kita pupuk itulah makna dari kesabaran.

Setelah itu adalah syukur, bersyukur dengan segala yg kita dapat, hasil akhir adalah tidak penting, yg penting adalah usaha dan doa kita sudah maksimal walaupun apa yg kita harapkan belum kita dapatkan, tapi kalau kita syukuri maka nikmat sekecil apapun akan menjadi besar.

Tanah jawa yang dimaksud disini secara geografis adalah pulau jawa, bukan suku jawa, orang jawa dari dulu menganggap bahwa pulau jawa itu tanah jawa, tapi yg terpenting adalah makna filosofi dari jawa yaitu jiwo kang kajawi atau ruh yang mendominasi tubuh atau warangka manjing curigo, maknanya adalah ketika kesadaran ruhani kita mendominasi kesadaran tubuh kita maka segala amal perbuatan kita akan bertujuan pada akherat yaitu Allah lah tujuan kita, berkesadaran ruhani itu juga bermakna meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia, segala ujian didunia telah kita lampaui dan kita sudah menemukan sandaran dan prinsip hidup yg mapan serta sudah bisa menyimpulkan awal akhir kehidupan.

Agama adalah busana yg berharga bagi orang jawa, sekali lagi jawa itu tidak hanya nama suku/pulau tapi sebuah kesadaran jiwo kang kajawi (ruh yg mendominasi tubuh). Selama ini kita selalu terkotak kotak dengan kitab garing (kering) atau kitab yg tersurat seperti Al Qur'an, Injil, Zabur, Wedha, Tripitaka, Taurat, tapi tanpa kita sadari hanya berpedoman pada kitab kering maka manusia saling merasa benar sendiri lalu menghakimi orang lain yg tidak sependapat dengan kata2 yg memojokkan (kafir, musyrik, bid'ah dsb) dan pada akhirnya berperang satu sama lain, padahal belum tentu tuduhan2 semacam itu benar, bisa jadi yg menghakimi itu salah. Maka dari itu perlu kita berpedoman pada kitab teles (basah) yaitu kitab yg tersirat, sesuai namanya kitab teles itu basah dan meresap bagai air kesemua ajaran agama dan juga tidak terlihat secara fisik tapi nyata seperti kejujuran, kebaikan, keadilan, akhlak mulia, saling menghargai satu sama lain dsb. Bagi orang jawa semua agama yg masuk ke tanah jawa adalah sama, ajaran kejawen itu bersifat ngemong dengan segala agama yg masuk dan semuanya sama, maka dari itu toleransi antar umat beragama sudah terjalin pada waktu kerajaan Majapahit bahkan sebelumnya, oleh karena itu aneh apabila umat beragama sekarang malah saling merasa paling benar sendiri dan dengan mudahnya menghakimi umat/kelompok lain yg tidak sependapat atau sepaham dan itu adalah budaya jahiliyah bukan budaya asli Nusantara. Agak sulit kalau semua saling mengaku paling benar, kita sering terjebak pemahaman salah satu hadits nabi yg mengatakan umatnya akan terpecah menjadi 73 dan hanya satu yg selamat yaitu ahlussunah wal jama'ah, dari hadits tersebut maka faham2 serta aliran2 islam berbondong bondong mengaku ahlussunnah wal jama'ah dan terjebak pada pengakuan yang sepihak tersebut tanpa disadari bahwa apabila kita mengaku aku paling benar dan menuduh yg tidak sealiran itu salah maka secara tidak sadar pula kita telah menyempalkan diri dari jama'ah islamiyah, maka insya Allah semuanya benar dan yg salah yg mengaku paling benar dan menganggap lainnya salah, ingatlah juga bahwa kebenaran hakiki itu hanya milik Tuhan.