Searching

Monday, 25 March 2013

Antara Jalan dan si Pejalan

Seperti kisah para pejalan, ia selalu yakin bahwa Dia-nya Nu Agung memberikan sebuah jalan yang terbaik. Dan Dia sudah barang tentu lebih paham jalan mana yang memang paling baik untuk kita lalui. Tetapi sebagai pejalan ia harus juga mampu meyakinkan diri bahwa jalan ini adalah jalan yang terbaik. Sebab tanpa ia mau turut serta dalam keyakinan itu jalan itu tidaklah akan menjadi sebuah jalan yang baik.

DIA nu Esa telah menyediakan jalurnya namun si pejalanlah yang harus datang dan melewatinya sendiri. Ia tidak bisa hanya sekedar mendengar dan mendengar dari cerita pejalan lainnya. Sebab jalanan tidak akan menghampiri para pejalan, jalanan hanya siap dilalui oleh para pejalan yang memang beniat memilihnya sebagai jalan.

Maka dalam perjalanannya si pejalan itu memutuskan melewati jalanan dengan jalan kaki, sepeda “onthel“, motor, gerobak, becak, mobil, truk, bus, ataupun kereta. Maka jaraknya tidak sekalipun berubah, tidak juga medannya, tetapi hanya cara dari masing-masing pejalan yang tak sama. Cara itulah yang pada akhirnya membawa si pejalan dalam sebuah pengalaman yang tak pernah sama diantara banyaknya pejalan.

Pada ujung jalan tentu ada sebuah tujuan yang sama. Namun, dalam perjalanannya mungkin juga ada yang jatuh, ada yang berbelok, ada yang capek, ada yang kembali pulang, ada yang menyerah dan ada yang tetap terus berjalan. Maka, hanya si pejalan tertentulah yang akan tahu apa yang sebenarnya berada diujung jalan. Karena dengan bekal yakin dan ketekadannya meski jalan kaki ia tetap melangkah. Dalam keyakinannya bahwa memang ini adalah jalan terbaik baginya. Sehingga pada akhir perjalanannya ia tak akan mampu bercerita sebab takjub oleh pencapaian diujung jalan, sebab si pejalan ini yakin bahwa setiap pengalaman “perjalanan“ tidak selalu bisa dituturkan secara lisan.

Sunday, 17 March 2013

Palsukah cintaku kepadaMu, Kekasih?

Wahai Kekasih,
Jika sujudku adalah bentuk rasa takut api nerakaMu,
maka hanguskanlah aku di dalamnya,
lebur tulangku hingga tak ada sisanya.
Ini adalah ingkar dari cintaku kepadaMu, Kekasih.
Ini nyata atas penghianatan cintaMu.
Karena bila begitu,
Rasa takutku lebih kuat dari cintaMu
dan cintaku hanyalah buaian palsu.

Wahai kekasih,
Dan jika memujaMu adalah harapan atas firdausMu,
haramkanlah aku menginjak kedalamnya.
Jauhkan aku bahkan dari semerbak wangi mencumbunya itu.
Sebab bila begini,
ego adalah penguasaku yang meluruhkan cintaku mencintaimu, Kekasih.
Malu aku mengangkat muka mengakuiMu, Kekasihku.
Nyatanya Engkau tidak mengharap apapun atas cintaMu,
Sedang bila begitu cintaku hanyanyalah esensi semu.

Wahai kekasih,
Sebelum terbit fajar Engkau adalah Kekasihku,
Pada setonggak tongkat Engkau masih Kekasihku,
Pada ubun-ubun menyengat Engkau tetap Kekasihku,
Pada surya condong ke barat Engkau juga Kekasihku.
Pada surup suara-suara akhir senja Engkau masih selalu Kekasihku.
Pada malam peristirahat Engkaulah Kekasihku.
Jika kasihku adalah palsu, maka kutuklah aku.
Semau-mau yang Engkau mau,
Karena Kekasihku adalah pemilikku, utuh.

Wahai Kekasih,
Jika sujudku karena kecintaanku padaMu,
Jika aku memujaMu karena kecintaanku kepadaMu,
Maka pintaku tak lebih dari satu,
Tetaplah menjadi Kekasihku.
Meski nerakaMu akan jadi surgaKu,
Telah ku lepas keinginan itu.
Nyatanya neraka pun adalah bagian kerajaanMu,
Dan disanapun aku adalah bagian milikMu.
Jika pun surga kau berikan padaku,
Biarlah aku cukup tinggal untuk semakin mencintaiMu, Kekasihku.

Ayda Idaa
BraemarHill, 17 Maret 2013
22:42pm.

Monday, 11 March 2013

Seberkas Sinar Cristal (Jalan Seorang atheis).

Awal musim semi yang menyejukan, aroma tulip terasa menyengat di hidung siapa saja. Kincir-kincir angin masih berdiri kokoh disana. Negeri kincir angin, itulah yang menjadi sebutan tempat kelahiran Kevin 23tahun yang lalu. Kevin Vanderbilt seorang pemuda Indo-Belanda.

Pada umur 5th mamanya membawa Kevin pulang ke Surabaya hingga ia menyelesaikan sekolah SMA. Papanya David Vanderbilt seorang arkeolog memintanya kembali ke Holland untuk kuliah disana. Kevin hanya menuruti meskipun ia sayang sekali meninggalkan Oma sendirian. Sementara kakanya Anne telah menikah dengan seorang perwira TNI dan mengikuti suaminya dinas ke Ambon. Kini Arini Herdiansyah Vanderbilt konsentrasi penuh kepada anak laki-lakinya.

Belanda merupakan bekas jajahan Spanyol namun telah terlepas pada masa pemerintahan Philip II dan sebelumnya pernah masuk ke Perancis pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Negara yang berada pada ketinggian 321m dibawah permukaan laut. Disanalah tempat kelahiran pelukis handal seperti Rembrandt Van Rijn.

Den Haag, 5tahun yang lalu.
Sebuah mobil melewati kawasan Den Haag atau dalam bahasa orang barat disebut dengan The Hague, tapi orang Indonesia lebih menyebutnya Den Haag. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang melintasi kawasan kastil Ridderzaal hingga istana Stadhouder. Deen haag merupakan tempat Staten General (Organ pemerintahan tertinggi di Belanda). Di sana pula tempat tinggal para bangsawan Belanda. Sebuah kota terbesar ke 3 setelah Amsterdam dan Rotterdam. Kota yang berciri khas dengan sistem aristokratisnya. Penduduknya di sebut Hagenees.

"Pa, stop. Stop...!" Kevin berteriak dan seakan mengkomando papanya berhenti.

"Nederland is geweldig " lanjutnya. Belanda memang mengagumkan maksudnya.

"Papa harap kamu akan betah belajar disini" kata David menepuk pundak anaknya yg duduk disampingnya.

Sementara Kevin masih bengong menikmati panorama Mesdag. Dia turun dan diikuti Papa, Mama, Anne dan Alex kakak iparnya.

"Maar ik hou van Indonesie." kata Anne sambil bergelayut di lengan suaminya. Artinya "Tapi aku cinta Indonesia.

"Yeyeee.... pastilah gua juga tahu alasanya tuh. Si pak Al." ledek Kevin sambil bergaya menirukan lagak Alex sebagai tentara.
Kontan saja Anne meninjunya hingga Kevin cukup mengerang 'auh'.

"Hoe dan ook, hier ook de geboor te plaats van Papa" Arini melerai. Sudahlah, ini juga tempat kelahiran Papa.

"Pa, Als ik afgestudeerd ik will zijn als papa" Ketika aku lulus  nanti aku ingin seperti Papa itu maksudnya Kevin.

"Ik weet zeker dat je zal zijn sterker dan ik, ijverig studeren" kata David dengan bangga merangkul pundak Kevin.

'Kamu pasti bisa lebih hebat dariku, rajinlah belajar. Itu yang dikatakan papa, selalu membuatku ingin membanggakannya. Pa, aku pasti bisa.' Janji kevin di hati.

Kevin berhasil lolos pada seleksi di Universitas tertua Belanda. Kabarnya dulu Wihelmina ratu Belanda pun pernah belajar disana. Termasuk Sultan HamengkuBuwono IX dan Sri Paduka Mangkunegara VII. Universitas Leiden.

******
Tinggal di Den Haag membuat Kevin betah dan lebih semangat, apalagi jurusan arkeologi yang diambilnya sesuai dengan profesi papanya yang seorang arkeolog. Seperti mendapat angin. Sesekali mereka berbarengan ke Museum Beelden Aan Zee atau mengitari Amsterdam yang tak jauh dari Den Haag ya mungkin sekitar 61 km butuh 56an menit saja.

Mama selalu setia mengajaknya ke gereja, ya mama seorang yang sangat taat dengan ajarannya. Selalu mengingatkan ini baik dan itu tidak bahkan hingga tahun kedua mama tetap setia mengingatkan.

Sore itu pukul 18.30 waktu Holland, mama masih melakukan kebaktian di gereja Grote Kerk (Gereja Agung Den Haag). Mendekati natal, musim dingin yang penuh salju dimana mana. Kevin bersama mamanya didalam berdo'a dengan khusyuk untuk kelulusan Kevin. Kevin pun begitu hikmatnya.

Mereka keluar dengan baju dingin kedua tangan dimasukan ke saku, dinginnya hingga mencapai dibawah minus 2. Jalanan berasa lebih sepi, ya mungkin karena ini lagi hujan salju. Tapi mama masih tetap ngeyel mengajaknya ke Gereja. Bahkan tak ada taxi yang lewat. Sepi sekali jalanan. Mereka mampir ke kafe untuk membeli makanan dan minuman hangat. Suasana tampak tenang dan damai, Kevin pun menyantap makanannya dengan santai.

Dorr...dorr...dorr...., beberapa kali terdengar suara tembakan. Rupanya ada kerusuhan, ada segerombol perampok yang habis menjarah bank dan melarikan diri. Polisi mengejarnya.
Para penjahat itu masuk ke kafe dan...

"Mama?" Kevin tersadar mama tak ada lagi disampingnya semua orang sedang panik.
"Kevin. Kevin. Keviiinnnnn" mama bingung mencari anaknya.
Hiruk pikuk menyepelekan dingin yang membekukan darah. Semua berlarian mencari tempat aman, Kevin berusaha mencari mama didalam tapi tak ada dia berlari keluar menyerobot walau petugas melarangnya. Di luar berbahaya.

Dia berteriak dengan kencanngnya. Dan segerombolan mafia berlari dari seberang sambil membawa pistol, mengcungkan pistolnya kearah siapa pun dan sesekali menembakannya.

"Keviiinnnnn, awasssssss" Arini berlari kearah Kevin . Dan tiba2 sebuah tembakan keras dari polisi nyasar ke tubuhnya. Kevin menjerit berlari ke arah mama, dan Dooorrrrrr...... tembakan dari si rampok tepat mengenai perut mama. Kevin berlari ke arah mama saat kawanan itu menabrak tubuh mama yang sempoyongan tak berdaya. Polisi hanya sibuk mengejar penjahat itu tanpa peduli dengan mama.

Warna putih salju menjadi merah, darah segar mengalir deras. Kevin memeluk mamanya dan menangis tanpa ada yang peduli dengan teriakan 'help me' darinya. Hujan salju jatuh, gumpalan putihnya tepat mengenai pipi mama. Di usapnya pelan sambil di dengarnya perempuan itu bicara terbata-bata.

Pandangannya sinis tatapan matanya tajam penuh sorot kebencian, benci dengan orang-orang dan semuanya yang tak peduli. Bahkan pun tak peduli gumamnya.
"Arrrrrgghhhhhhhhh...., Setan lo semuanya" Di gendongnya mama, tubuh itu masih bercucuran darah. Rumah sakit, ah masih cukup jauh.
"Ini gak adil, GAK adil." teriakannya membelah salju. Ia mengerang dan menjerit lalu menangis, tak peduli amuk polisi berkeliaran tak peduli dengan banyaknya wartawan yang memotret sana sini. Entah dalam sekejap dari mna mereka datang. Tubuh perempuan itu masih terkulai, perempuan yang di panggilnya mama.

"Apa itu Tuhan. Mama bilang engkau itu pengasih argghhhhhhhhh.... shit."
Di goncangnya tubuh mama tapi tak bersuara tak juga bergerak.
"Gua gak percaya Tuhan itu ada" kekecewaan dan kemarahannya menguasai Kevin hingga ia menghujat Tuhan. Ya Tuhan yang memberi hidup pada manusia.

●●●●●
"Mama, mama. Mamaaaaaa......"
Arrgghhhhh.... mimpi itu lagi, datang lagi ke hidupnya. 'Mama' ia mengigau, diambilnya segelas air putih dan diteguknya.

Ia berjalan kearah jendela, Langit cerah. Hangat. Tapi hatinya menjadi begitu dingin.
Dinginnya melebihi es.

Di kawasan jalan Sumatera itu berdiri sebuah rumah besar yang kokoh, penghuninya cuma dia dan seorang wanita 75an tahun yang di panggilnya oma. Kini orang yang di dekatnya cuma oma.

'Papa sibuk dengan istri barunya. Ah begitu cepat papa melupakan mama. Kak Anne lebih sibuk dengan tugas suaminya ke luar jawa. Orang2 gak ada yang peduli sama gua. Bahkan Tuhan juga gak peduli dan dengerin teriakan gua. Tuli.'

Dia terus menghujat sambil menyulut rokoknya. Sejak kapan Kevin merokok, bukan cuma itu tapi ada bau alkohol disana. Botol-botol anggur dan lainnya berserakan. Mbak Rianah kerap kali menemukan botol-botol whiskey, Johny walker, Hennessy, Brendi, ataupun vodca dan tentu lainnya tak di ingatnya lagi satu demi satu.

Tok...tokk...tokk.... terdengar pintu di ketuk.
Anah masih melihat kondisi kamar yang seperti biasanya, selalu berantakan. Ada sepatu di di atas meja, gelas dengan separo minuman yang menyengat, putung-putung rokok. Rak DvD pun ambruk semua isinya berserakan di depan tv, sofa di kmar itu di penuhi pakaian kotornya.
"Makan siang sudah siap den. Di tunggu oma" katanya pelan. Mata elang kecoklatan itu memandangnya tajam walau masih nampak kekosongan.
"Iya mbak, bilangin oma gua mandi dulu." ucapnya memerintah.

Sejak kematian mamanya Kevin berubah aneh, lebih aneh dan semakin aneh. Segala macam keanehan di kerjakan, orang sampai menyebutnya bajingan, brutal, arogan dan playboy. Wajah oriental Indo-Belanda menguntungkannya memikat wanita. Ditambah postur tubuhnya yang atletis, siapa pun akan terpikat.

'Tuhan lebih sayang sama pembunuh mama, sama penjahat timbang orang setaat mama. Shit' batinnya sambil mematikan putung rokoknya.

Sudah setahun lebih kepindahannya kuliah ke Surabaya tapi Kevin belum juga bisa melupakan mama. Mama yang mencintaknya.

Seusai makan siang Kevin masih tampak malasan di kolam renang di belakang rumah oma. Dia meluncur dari satu sudut kolam ke sudut lainnya. Tanpa ia sadari perempuan renta yang masih terlihat fresh itu memperhatikannya dari lantai dua rumahnya. Kevin sperti ikan, gerakannya lincah. Pantulan sinar matahari menyengat hingga ke mata oma yang cukup rabun rupanya.
"Kamu pasti berat menjalani ini Vin" katanya pelan dibalik jendela.

●●●
Kevin sudah siap dengan setelan jeans biru dan kaos lengan pendek berwarna sedikit lebih cerah. Rambutnya yang lumayan gondrong di ikatnya dengan dengan ala kadarnya. Sepatu putih dan tas ransel berisi kamera besar disabetnya sebuah kacamata hitam dimejanya. "Saatnya beraksi" tangannya bergaya sambil menjuding ke cermin besar di kamarnya.

"Oma, Kevin pergi dulu. Biasa berburu suasana sunset" di raihnya tangan oma dan di ciumnya, kemudian di kecupkan ciuman hangat di kening oma.  Sambil menyambar kunci mobilnya ia masih mendengar oma bilang 'Hati2 jangan ngebut'. Badannya berbalik dan memberi isyarak OK  dgan jempol dan telunjuk yang membentuk lingkaran.

Mobilnya melaju dengan cepat ke arah Keputih, sekarang dia belajar disana. Mengambil jurusan Teknik Elektro, ITS.

"Hai broer, tumben lo nongol di kampus jam segini" tanya Bram sambil mengernyit heran ke arah Doni.
"Perubahan men, ntar malam kita have fun gua ada kenalan baru buat kalian" katanya riang sambil meneguk segelas cola milik Bembi.
"Have fun, have fun dong. Tapi minuman orang nih jangan di serobot" omel Bembi kesal yang merasa seretan.
"Napa? Marah? ntar deh gua beliin sekalian sama pabriknya"

Sifat loyal Kevin selalu membuat temannya bertahan. Kevin tak pernah perhitungan dengan uang.

Telihat sosok seorang wanita mendekati mereka. Tubuhnya yang elok aduhai bodynya yahurt menghampiri segerombol anak muda itu di kantin kampusnya.
"Hai Tiara"
"Hai cantik"
"Hemm.. perfect" mata Doni hampir saja biru kena tonjokan Kevin. Kerlingan nakalnya membuat Kevin geram.

"Vin, Kita pergi sekarang kan?" tanyanya pelan.

Kevin menarik tangan itu dengan lembut dan merangkulnya menuju parkiran.
Mereka memang pasangan yang serasi.

●●●
Kevin terus saja memotret Tiara yang tersenyum lebar di atas jembatan Suramadu. Kevin tak peduli dengan keramaian jalanan dan terus menjepret. Tiba-tiba sebuah sepeda motor berwarna hijau melaju dengan kencang dari arah madura.

Tiitttt....tiitttt...teettt....
suara klaksonnya keras sekali namun Kevin gak peduli.

Pengendara Ninja itu pun berteriak menyuruhnya minggir.
"Hoee...nyimpang. Nyimpang rek, nyimpang  po'o" teriaknya. Kevin tak peduli.
Jarak semakin dekat dan bruukkkkk.... ban depannya tepat menyrempet kaki kiri Kevin. Tak parah, hanya terkilir. Pengendara itu rupanya tepat mngerem motornya.

"Kon, nek kate golek mati lompat jempatan pisan. Ganggu wong motoran ae"
"Tengil loe ngomong apaan loe. Emang ni jalan punya moyang loe?" suara Kevin mengeras.
"Hehh... kon iku goblok tah budek se. Noh tanyain ma cewekmu."
Tiara membantu Kevin bangun.
"Argghhhhhh.... loe msti gantiin kamera gua." perintah Kevin yang melihat kameranya jatuh berantakan.
"Banci lo, turun dari motormu"
"Tadi kan aku wis ngomong rek. Nyimpang NYIMPANG bego" Pengendara itu memberi tekanan pada nada suaranya.
"Apa Ipang?" Tanya Kevin.
"NYIMPANG BUDEK" katanya geram sambil memarkir sepedanya dan meminggirkannya. Dilepasnya helm yang menutup kepalanya.

Wajah asli jawa dengan potongan rambut cepak yang ala kadarnya di ikat karet, tingginya hanya sekitar 160cm. Tubuhnya kecil dan lumayan kurus dibanding Kevin.
"Lapo kon mlilik ae, pengen di culek ta?" katanya kasar.

Kevin hanya mengamati sosok wanita di depannya, yang jauh dari kesan perempuan. Celana komprang, kaos lengan pendek dan jaket kulit berwarna coklat. Tas ransel dan helm berwarna Silver, naik sepeda motor. Pantasnya di sebut preman baginya.

"Sory, gua ga level berantem sama perempuan"
Sambil menarik Tiara ke dalam mobilnya.
Namun wanita tadi masih berdiri, palah sekrang berdiri di depan mobilnya.
"Nyari mampus ni anak" dia keluar.
"Vin, udah jgan diladenin." pinta Tiara.
Sementara Kevin sudah di luar mobil dan beradu mulut dengan wanita itu.
"Cowok bukan cewek bukan, Gak level. GAK level" katanya sambil mengangkat dagu wanita itu dengan kerasnya.
"Yang jelas Loe udah ganggu acara moto gua" tambahnya.
Dia gak nampak kesakitan, dan tanpa di duga sebuah tonjokan keras Buukkk mendarat di pipi kirinya. "Banci loe, anak model kayak loe cuma bisa ngabisin duit ortu. Kutu loe, ngurusi kon gak oleh untung nggo aku. Nek gak trimo golekono aku." katanya menantang. Dia meninggalkan Kevin dan menstater motornya dengan kencang. Sementara Kevin hanya menghafal plat nomer motornya saja.

●●●●
Indak memasuki halaman kostnya dengan penuh kesal. Sambil menuntun motornya "Lapo Ndak, ko manyun." tanya Riry sahabatnya.
"Mari ketemu wong edan. Gendeng ra due udel" Indak nerocos kesal sambil masuk ke kamar.

"Ndak tadi mamahmu telpon, kamu suruh telp dia."
"Peduli setan, Setan aja gak peduli sama aku."

hhhhhh..... dia mendengus.
Mengingat kembali memori  hari itu.

************
"Mah, aku ini anaknya siapa?" tanyanya geram.
Pertengkaran sore itu masih teringat saat ia menanyakan keberadaan ayahnya. Ayah yang tak pernah di lihatnya dan setiap hari mamah selalu di antar pulang dengan lelaki yang berbeda. Dia acapkali memergoki mamah berciuman dengan om om di ruang tengah rumahnya. Rumah yang mirip neraka baginya. Hahaaaahhhh.... aku gak pernah minta di lahirin ke dunia. Itulah yang selalu di teriakannya kepada Tuhan. Sampai akhirnya ia tak percaya bahwa Tuhan itu ada.
"Minggattt koe, anak pembawa sial gak ngerti si untung. Minggat" usir mamahnya.

Persetan dengan ayah dan mamah, keduanya cuma makhluk pembawa borok. Setan hidup yang ngelahirin setan kayak aku.

"Hahaa..." dia berbaring sambil tertawa kecut di atas ranjang kostnya.
"Kebo yang gak tahu malu" katanya datar.

Sunday, 10 March 2013

Seperti Jalan Sufi

Tinggalkan,
dan beranjaklah pergi dari halauan pandangan mata,
Lebih damai dalam kesunyian,
Memaknai diri dalam sepi perenungan.

Pergilah,
Bawa penat yang lama tersemat,
Pergilah bawa galau usang yang masih mendera,
Cukupkan waktumu sendirian saja.
Biar tenang dalam pemikiran,biar matang dalam pemutusan,
Jeda..!
Istirahat sejenak dari segala keributan rasa,
Dan suara-suara bising yang memecahkan telinga,
Jangan unjuk banyak bicara pada manusia,Renda kalimat yang tak melukai jiwa,

Tarik diri dari keramaian,
Menyepilah,
Seperti para sufi menemui hati bercengkerama dengan jiwanya,
Menghilang tak berjejak,dari riuh kelakar camar bersengketa,
dari gemulai lembayung menari digoyangkan angin,
Mendepis sejenak,
dari hembusan lirih desir angin menyibak bulu roma,
Tenangkan sukma dalam kebebasan,dari segala rasa riuh tentang manusia,
Bicarakan pada Dzat Pemilik Keagungan,
Datang dan katakan,
Rahasiamu akan tetap aman di persinggahan.