Menulis adalah cara saya mendewasakan hati, membahasakan jiwa dan mempertajam ingatan. Dengan menulis membuat saya berpikir lebih terbuka, dan bagi saya menulis adalah salah satu cara meningkatkan kecerdasan. This blog is about my mind, my world, and sometime what I just want to share. It is called life, but just call me “Ay“.
Searching
Sunday, 19 May 2013
Bagaimana belajar menulis dan menuangkan ide?
Saturday, 18 May 2013
Manusia lebih gampang Menjugde? Penilaiankah atau observasi?
Manusia, antara menilai dan penilaian. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik sikap “penghakiman“?
Kecenderungan manusia untuk “menghakimi” dalam arti melabeli, mengkritik, menghukum, dan sebagainya dalam memberikan sebuah penilaiannya. Penilaian kita terhadap orang lain memainkan peran penting dalam mendorong pemisahan diantara kita. Pemisahan yang dimaksud adalah bagiamana kadar reaksi otak kita mengelompokan orang tersebut dalam lingkaran kita.
Untuk alasan apa pun, pikiran kita agaknya memiliki apa yang tampaknya menjadi kecenderungan alami untuk memberikan penilaian pada orang, tempat, situasi, dll. Meskipun tidak ada seorang pun yang ingin dianggap menghakimi, sepertinya deskripsi ini membawa konotasi yang sangat negatif, faktanya adalah bahwa semua orang pernah menghakimi. Termasuk saya dan anda, bukan? Pada dasarnya adalah mustahil untuk sepenuhnya menghindari melakukan penilaian, karena kenyataannya hampir setiap pikiran kita memiliki beberapa penilaian yang terkait.
Kita menilai bahwa seporsi makanan itu enak dan tidak, menilai bahwa si A itu baik atau tidak, bahwa bunga Lili lebih menarik dari Kamboja. Semua ini adalah bentuk penilaian kita, penilaian terhadap materi ataupun bukan.
Namun, sangat penting di sini untuk membuat perbedaan antara istilah penilaian dan observasi. Penilaian melibatkan pendapat kita bersama dengan emosi, sedangkan observasi hanya melibatkan komentar pada apa yang kita perhatikan.
Dalam setiap peristiwa, langkah pertama dalam mengenali kecenderungan kita untuk menilai adalah dengan mengakui kepada diri sendiri bahwa kita sedang melakukan penilaian. Hal ini tidak berarti dengan cara apapun bahwa kita adalah orang yang menghakimi, melainkan hanya berarti bahwa anda mengakui kecenderungan perilaku ini bukan menyangkal.
Hanya ketika kita sadar untuk menerima bahwa kita melakukan penghakiman secara teratur, kita dapat mulai untuk menjadi lebih sadar ketika kita melakukannya. Hal ini juga sangat penting untuk memahami tentang apa arti menilai orang lain.
Secara khusus, alasan kita menilai orang lain adalah bahwa kita melihat mereka, bukan sebagai mereka, tetapi seperti kita. Dengan kata lain, kita memfilter mereka melalui sistem keyakinan kita. Oleh karena itu, penilaian kita tidak benar-benar mengatakan apa-apa tentang orang lain; mereka hanya menggambarkan apa persepsi kita. Setiap kali seseorang berbuat tidak ‘sesuai’ dengan standar pribadi kita, kita secara otomatis memberi semacam penilaian pada mereka.
Pada intinya ketika kita dengan sangat gampang menjugde seseorang itu keliru atau katakanlah salah dan sesat hal ini semata-mata pendapat kita bersumber dari “keakuan saja“. Lalu mengapa kita tidak mencoba lebih open mind dan memandang sesuatunya dari sisi yang berbeda (diluar standarisasi pikiran kita).
Seperti halnya seseorang yang berlagak begitu tahu mengenai fisika kuantum tetapi hanya memberikan penjelasan yang sifatnya sepotong-potong tanpa sebuah observasi yang bergerak diluar lingkarannya. Maka yang demikian hanya akan terasa “nampak sebagai ahli“ saja, bukan?
Pada dasarnya seorang yang benar-benar ahli dan paham tidak akan memberikan penilaian tanpa sebuah penjelasan jika memang si A yang kita nilai itu memiliki kekeliruan.
Perempuan dan Materialisme
“Cewek Matre“ tentu kata ini sangat dekat di telinga kita semua, dan seeing kali dihindari oleh para laki-laki untuk mencari pendamping hidupnya. Sifat alamiah manusia, terutama adalah perempuan yaitu materialis. Maka, yang mengatakan bahwa tidak semua perempuan itu matre adalah golongan muna. Yang membedakan hanyalah tingkat materialismenya, apakah perempuan itu mampu mengendalikannya atau justru mendewakan paham materialisme didalam dihidupnya. Yang sangat berbahaya jika perempuan sudah menjadikan materialisme sebagai patokan utama segala unsur dalam kehidupannya.
Materialisme sendiri merupakan pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata, dengan mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra. Artinya segalanya diukur dari uang, harta dan sejenisnya. Materialisme mendasarkan semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi.
Maka berdasar teori, materialisme termasuk paham ontologi monistik. Akan tetapi, materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme.Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme. Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial. Paham ini sendiri mendapat dukungan dari para filsuf seperti Epikuros, Demokritos dan Lucretius Carus yang tidak jauh berbeda dengan materialisme yang berkembang di Perancis pada masa pencerahan. Kita bisa membaca karangan La Mettrie yang berjudul L'homme machine (manusia mesin) dan L'homme plante (manusia tumbuhan) sebagai bentuk karangan yang mewakili paham ini.
Yang perlu ditekankan ialah memang dalam hidup kita memerlukan materi, bahkan saat kita berpikir pun kita tetap memerlukan otak sebagai bentuk materi untuk mendukungnya. Tetapi, haruslah kita mampu menguasai sifat materialis itu sendiri atau akan terjadi hirearki terbalik, “Materi membunuh anda“. Penguasaan diri terhadap sifat ini sangatlah perlu, apalagi kaitannya kepada kita yang perempuan tetapi lelaki pun juga perlu. Karena apa? Sebagai perempuan, kitalah yang akan menjadi penggerak mesin-mesin operasional kehidupan rumah tangga. Menanamkan mental dan juga pemikiran kepada anak2, jika sebagai perempuan kita tidak mampu mengendalikan sifat materialis maka hal ini akan sangat buruk dampaknya terhadap lingkungan keluarga kita. Sebagai mesin kontrol utama yang menanamkan dasar-dasar pemahaman kepada anak2 jangan sampai anak2 tersesat dalam paham materialisme yang tak terkendali. Tidak ada satu pun manusia apalagi perempuan yang tidak punya sifat materialis, karena segala keperluan hidup yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani tidak dapat terpenuhi hanya dengan berdo'a tanpa adanya usaha untuk memenuhinya, dalam hal ini bisa dengan bekerja.