Searching

Thursday, 6 December 2012

Masa muda SBY

Ketika duduk di bangku kelas lima, untuk
pertama kalinya SBY kenal dan akrab
dengan nama Akademi Militer Nasional
(AMN), Magelang, Jawa Tengah. SBY
kemudian melanjutkan pendidikannya di
SMP Negeri Pacitan. Sejak kecil, SBY3

bercita-cita untuk menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968.

Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak jadi masuk Akabri dan akhirnya dia menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS). Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itulah, Susilo Bambang Yudhoyono mempersiapkan diri untuk masuk kembali ke Akabri. Tahun 1970, akhirnya SBY masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu,
dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan
Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, ketika dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.

Seusai menamatkan pendidikan militer
pertamanya, SBY kemudian masih
melanjutkan study militernya dengan pergi belajar ke beberapa universitas militer ternama. Perjalanan karier militer SBY dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit. Kefasihan dalam berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Sekembalinya ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur. Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan
Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).

Selanjutnya, SBY dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun
sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas
Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan
tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, SBY ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993). Ada banyak sekali jabatan militer yang kemudian dijabat oleh SBY, puncaknya adalah ketika dia dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995).
SBY menjabat sebagai Kepala Pengamat
Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).

Itulah perjalanan p. SBY sebelum akhirnya terjun ke dunia politik tahun 2000. Kegigihannya dalam mengejar cita2nya patut untuk ditiru. Terus terang saya bukan fans-nya p. SBY namun disaat wibawa dan citranya menurun sebagai presiden banyak yang mengkritiknya beserta rezimnya. Apalagi maraknya kasus-kasus korupsi dengan tersangka kader-kader partai Demokrat semakin memperburuk pandangan sebagian besar rakyat terhadap beliau. Bagaimana cerita-cerita tentang Cikeas yang disebut-sebut ada hubungan dengan kasus B.O Century pun santer sekali menjadi praduga sana-sini. Setidaknya semoga kita bisa menjadi rakyat yang cerdas dalam menanggapi keadaan. Open mind, open heart and think smart, Indonesia sudah banyak orang pintar tapi yang cerdas mungkin masih perlu dipertanyakan. Cerdas saja tidak cukup tapi butuh yang kreatif, namun kreatif juga diperlukan sebuah inovatif agar kepandaian, kecerdasan dan kekreatifan tidak dimanfaatkan sebagai lahan bisnis orang lain. Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak mudah tersulut emosi!


No comments:

Post a Comment