Ketika diriku adalah aku, dan dirimu tetaplah kamu. Namun diantaraku dan antaramu adalah kita.
Mata sekilas memandang pada titik-titik cahaya membiaskan. Kemudian pikiran mencoba ikut membaca manakala telinga mencuri dengar. Mencari resonansi-resonansi dengan menangkap amplitudonya. Akankah dengar itu mampu dirasakan?
Segalanya bisa dipadukan. Seperti interferensi cahaya, interferensi bunyi pun memerlukan dua sumber bunyi yang koheren. Begitu juga dengan hati. Harus koheren jika ingin menghasilkan irama yang padu padan.
Sesekali memang perlu dilenturkan, difraksi pelenturan-pelenturan sumber bunyi melalui celah yang kecil. Dan celah diantara aku dan kamu itulah yang menjadi bahasa tak terjemahkan ketika mulut hanya terdiam. Justru gaungnya semakin tajam dipendengaran.
No comments:
Post a Comment