Seperti awan-awan dilangit. Ia menggumpal dengan segala bentuknya di atas sana. Lalu harus rela tertiup angin menjadi hujan manakala ia sedang asyik memamerkan bentuknya yang indah. Awan turun menjadi air hujan, jatuh ke daratan mengalir ke sungai dan kemudian mengalir ke laut lepas. Dipanasi matahari, ia menguap. Menjadi awan yang berduyun-duyun berarak di langit kembali. Ini perjalanannya.
Awan tidak pernah berhenti, ia tidak juga hilang. Hanya berubah bentuk dan nama di tempat yang berbeda. Awan tidak menolak ketika ia harus berubah menjadi hitam kelam diantara kilat dan petir. Awan tidak jua melawan ketika angin menjadikannya tiada. Awan menerimanya, karena ia tahu akan perannya di langit sana. Dari yang ada akan menuju tiada sampai akhirnya menjadi ada.
Segala sesuatu di alam semesta ini berhubungan. Seperti lingkaran yang tidak terputus. Tidak ada sesuatu apapun yang terjadi secara “kebetulan“. Alam memainkan peranannya dengan apik.
Setiap manusia sebenarnya bisa berkomunikasi dengan alam. Ia menghadirkannya melalui firasat. Melalui angin. Sinar matahari. Tunas bersemi. Lautan biru. Gunung nan hijau. Alam berbicara. Tapi kadang kita yang enggan mendengarnya. Apakah kau pernah sesekali berbicara kepada daun? Yach, seperti filosofi sebuah daun yang dulu sempat aku tuliskan. Untukmu. Untuk aku dan saya. Untuk kita.
Daun pun tak pernah benar-benar luruh dan menghilang dari kehidupan alam. Ia jatuh menjadi busuk. Berubah menjadi humus. Kandungan mikroba di dalamnya berperan sebagai mineral dan nutrisi pertumbuhan tumbuhan. Tumbuhan menghasilkan udara. Menghasilkan bahan makanan. Bahan tekstil. Bahan kerajinan dan lainnya. Bahkan jika kita jeli disetiap helai benang yang kita kenakan ada peran daun disana.
Hidup yang tidak seperti garis lurus. Tetapi lingkaran. Lingkaran. Adakalanya engkau pun akan bertemu dengan orang yang telah lama kalian lupakan keberadaannya. Ada waktunya kita akan menemukan bagaimana peran kita yang sebenarnya dalam lingkaran ini.
No comments:
Post a Comment